12 Februari 2012
I. ASAS - ASAS PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN.
1. Asas setiap orang dianggap telah mengetahui undang - undang setelah diundangkan dalam lembaran negara.
2. Asas Non Retro aktif. Suatu undang-undang tidak boleh berlaku surut
3. Lex spesialis derogat lex generalis. Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.
4.
Lex posteriori derogat legi priori. Undang-undang yang lama dinyatakan
tidak berlaku apabila ada undang-undang yang baru yang mengatur hal yang
sama.
5. Lex Superior derogat legi inforiori. Hukum yang lebih
tinggi derajatnya mengesampingkan hokum / peraturan yang derajatnya
dibawahnya.
6. UU Tidak dapat diganggu gugat, artinya siapapun
tidak boleh melakukan uji material atas isi undang-undang, kecuali oleh
Mahkamah Konstitusi.
II. ASAS-ASAS YANG DIANUT DALAM UUD 1945.
1. Asas Kekeluargaan. Terdapat dalam Pasal 33 ayat ( 1 ) UUD 1945.
2. Asas .Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.
Asas Pembagian Kekuasaan. Kekuasaan dibagi atas Kekuasaan Legislatif (
DPR ), Kekuasaan Eksekutif ( Pemerintah ) dan Kekuasaan Yudikatif (
Kehakiman ).
4. Asas Negara Hukum dengan prinsip Rule of Law.
Dengan ciri-cirinya adalah : Pengakuan dan Perlindungan HAM, Peradilan
yang bebas dan legalitas dalam segala bentuknya.
5. Asas Kewarganegaraan.
Ius Sanguinis : menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan atas keturunan / pertalian darah.
Ius Solli : menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat / negara kelahirannya.
III. ASAS - ASAS YANG BERLAKU DALAM HUKUM PIDANA DAN
HUKUM ACARA PIDANA.
1.
Asas Legalitas Suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana apabila
telah ditentukan sebelumnya oleh undang-undang / seseorang dapat
dituntut atas perbuaatannya apabila perbuatan tersebut sebelumnya telah
ditentukan sebagai tindak pidana oleh hukum / undang-undang
2. Asas Culpabilitas. Nulla poena sine culpa, artinya tiada pidana tanpa kesalahan.
3. Asas Opportunitas. Penuntut umum berwenang untuk tidak melakukan penuntutan dengan pertimbangan demi kepentingan umum.
4.
Asas Presumption of Innocence ( Praduga tak bersalah ). Seseorang harus
dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Asas in
dubio pro reo. Dalam hal terjadi keragu - raguan maka yang diberlakukan
adalah peraturan yang paling menguntungkan terdakwa.
6. Asas
Persamaan dimuka Hukum. Artinya setiap orang harus diperlakukan sama
didepan hukum tanpa membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan
sebagainya.
7. Asas Perintah tertulis dari yang berwenang. Artinya
bahwa setiap penangkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus
dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi
wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh UU.
8.
Asas Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan
tidak memihak. Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit -
belit dan untuk melindungi hak tersangka guna mendapat pemeriksaan
dengan cepat agar segera didapat kepastian hukum. ( Pasal 24 dan 50
KUHAP).
9. Asas harus hadirnya terdakwa. Pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus dengan hadirnya terdakwa.
10.
Asas Terbuka untuk Umum. Sidang pemeriksaan perkara pidana harus
terbuka untuk umum, kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu
seperti perkara kesusilaan, sidang tertutup untuk umum tetapi pembacaan
putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
11.
Asas Bantuan Hukum. Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib
diberi kesempatan untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma untuk
kepentingan pembelaan dirinya ( Pasal 35 dan 36 UU No.14 Tahun 1970 yo
Pasal 54, 55 dan 56 KUHAP).
11. Putusan Hakim harus disertai
alasan-alasan. Semua putusan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan
dasar untuk mengadili. Alasan ini harus mempunyai nilai yang obyektif.
12.
Asas Nebis in idem. Seseorang tidak dapat dituntut lagi karena
perbuatan yang sudah pernah diajukan kemuka pengadilan dan sudah
mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
13. Asas
Kebenaran Material. ( kebenaran dan kenyataan ). Pemeriksaan dalam
perkara pidana, tujuannya untuk mengatahui apakah faktanya / senyatanya
benar-benar telah terjadi pelanggaran / kejahatan.
14. Asas ganti
rugi dan rehabilitasi. Hak bagi tersangka / terdakwa / terpidana untuk
mendapatkan ganti rugi / rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya
sejak dalam proses penyidikan. Diatur dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP.
IV. ASAS - ASAS DALAM HUKUM PERDATA DAN HUKUM ACARA PERDATA.
1.
Asas Hukum Benda merupakan Dwingendrecht. Hak - hak kebendaan tidak
akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan
dalam dalam undang - undang. Dengan lain perkataan, kehendak para pihak
itu tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan.
2. Asas
Individualiteit. Obyek hak kebendaan selalu merupakan barang yang
individueel bepaald, yaitu barang yang dapat ditentukan . Artinya
seseorang hanya dapat memiliki barang yang berwujud yang merupakan
kesatuan.
3. Asas Totaliteit. Seseorang yang mempunyai hak atas
suatu barang maka ia mempunyai hak atas keseluruhan barang itu /
bagian-bagian yang tidak tersendiri.
4. Asas Onsplitsbaarheid (
tidak dapat dipisahkan ). Pemisahan dari zakelijkrechten tidak
diperkenankan, tetapi pemilik dapat membebani hak miliknya dengan iura
in realiena, jadi seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya.
4.
Asas Vermenging ( asas percampuran ). Seseorang tidak akan untuk
kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai atau hak memungut hasil atas
barang miliknya sendiri.
5. Asas Publiciteit. Dalam hal
pembebanan tanggungan atas benda tidak bergerak ( Hipotik ) maka harus
didaftarkan didalam register umum.
6. Asas Spesialiteit. Hipotik
hanya dapat diadakan atas benda - benda yang ditunjuk secara khusus (
letaknya, luasnya, batas-batasnya ).
7. Asas Reciprositas. Seorang
anak wajib menghormati orang tuanya serta tunduk kepada mereka dan
orang tua wajib memelihara dan membesarkan anaknya yang belum dewasa
sesuai dengan kemampuannya masing-masing ( Pasal 298 BW , dan seterusnya
).
8. Asas Kebebasan berkontrak ( freedom of conctract / beginsel
der contractsvrijheid ). Para pihak berhak secara bebas membuat kontrak
dan mengatur sendiri isinya sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
9. Asas Pacta Sunt Servanda ( janji itu mengikat ).
Suatu perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya.
10. Asas Konsensualitas. Suatu perjanjian sudah sah
dan mengikat ketika telah tercapai kesepakatan para pihak dan sudah
memenuhi sayarat sahnya kontrak
11. Asas Batal Demi Hukum. Suatu
asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu batal demi hukum apabila
tidak memenuhi syarat obyektif.
12. Asas Kepribadian. Suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang hanya boleh melakukan perjanjian untuk dirinya sendiri.
13.
Asas Canselling. Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak
memenuhi syarat subyektif dapat dimintakan pembatalan.
15. Asas
Actio Pauliana. Hak kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap segala
perbuatan yang tidak perlu dilakukan oleh debitur yang merugikannya.
14. Asas Persamaan. Para kreditor mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat terhadap barang-barang milik debitor.
17.
Asas Preferensi. Para kreditor yang memegang hipotik, gadai dan
privelegi diberi hak prseferensi yaitu didahulukan dal;am pemenuhan
piutangnya. Asas ini merupakan penyimpangan dari asas persamaan.
15.
Zakwaarneming ( 1345 BW ). Asas dimana seseorang yang melakukan
pengurusan terhadap benda orang lain tanpa diminta oleh orang yang
bersangkutan, maka ia wajib mengurusnya sampai tuntas.
16. Asas Droit invialablel et sarce. Hak milik tidak dapat diganggu gugat.
17.
Asas Kepentingan. Dalam setiap perjanjian pertanggungan ( asuransi )
diharuskan adanya kepentingan ( Insurable interest - Pasal 250 KUHD ).
18.
Asas Monogami. Dalam suatu perkawinan seorang laki - laki hanya boleh
memiliki seorang perempuan sebagai isterinya dan seorang perempuan hanya
boleh memiliki seorang suami.
19. Asas Hakim bersifat menunggu.
Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada
yang berkepentingan. Hakim hanya menunggu saja.
20. Asas Hakim
Pasif. Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim
untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang breperkara
dan bukan oleh hakim.
24. Asas Mendengar Kedua belah pihak.
Didalam hukum acara perdata, kedua belah pihak harus diperlakukan sama,
tidak memihak dan didengar bersama-sama.
25. Asas beracara
dikenakan biaya. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya materai
dan biaya untuk pemberitahuan para pihak. Namun bagi pihak yang tidak
mampu berdasarkan keteranganyang berwenang dapat berperkara tanpa biaya (
Prodeo ).
26. Asas Actor Sequitur Forum Rei. Gugatan harus diajukan ditempat dimana tergugat bertempat tinggal.
27. Asas Gugatan Balasan, dapat diajukan dalam tiap perkara ( Pasal 132 a HIR ).
28.
Unus Testis Nullus Testis. Satu saksi bukan sanksi, maksudnya
keterangan seorang saksi harus dilengkapi dengan bukti-bukti lain.
V. ASAS - ASAS DALAM HUKUM TATA NEGARA.
1.
Asas Ius Sanguinis. Untuk menentukan kewarga negaraan seseorang
berdasarkan pertalian darah atau keturunan dari orang yang bersangkutan.
2. Asas Ius Soli. Menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat / negara dimana orang tersebut dilahirkan.
3. Asas Bipatride. Asas dimana seseorang dimungkinkan mempunyai kewarganegaraan rangkap.
4. Asas Apatride. Seseorang sama sekali tidak memiliki kewarga negararaan.
5.
Asas Desentralisasi. Asas dimana urusan Pemerintahan yang telah
diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah, sepenuhnya menjadi
tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah yang bersangkutan.
6.
Asas Dekonsentralisasi. Asas dimana Urusan Pemerintah Pusat yang tidak
dapat diserahkan kepada pemerintah daerah dilakukan oleh perangkat
pemerintah pusat didaerah yang bersangkutan.
7. Asas Medebewind (
Tugas Pembantuan ). Penentuan kebijaksanaan, perencanaan dan pembiayaan
tetap ditangan pemerintah pusat tetapi pelaksanaannya ada pada
pemerintah daerah.
8. Asas Welfare state ( negera kesejahteraan ).
Pemerintah Pusat bertugas menjaga keamanan dalam arti seluas-luasnya
dengan mengutamakan kesejahteraan rakyat.
9. Asas Priorrestraint (
kendali dini ). Suatu asas yang mempunyai makna pencegahan untuk
mengadakan unjuk rasa setelah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan.
10. Asas Non Lisensi, yaitu suatu asas yang lebih
terkait dengan kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat dalam
bentuk tulisan.
11. Asas Naturalisasi ( pewarganegaraan ). Suatu
asas dimana seseorang yang telah dewasa dapat mengajukan permohonan
menjadi warga negara ( Indonesia ) melalui Pengadilan Negeri.
VI. ASAS - ASAS DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.
1.
Asas Ne Bis Vexari Rule. Merupakan asas yang menghendaki agar setiap
tindakan administrasi negara harus didasarkan atas undang - undang dan
hukum.
2. Asas Principle of legality ( kepastian hukum ). Asas
yang menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
3.
Principle of proportionality ( asas keseimbangan ). Asas yang
menghendaki proporsi yang wajar dalam penjatuhan hukuman bagi pegawai
yang melakukan kesalahan.
4. Principle of equality ( asas Kesamaan
dalam pengambilan keputusan ). Dalam menghadapi suatu kasus dan fakta
yang sama, seluruh alat administrasi negara harus dapat mengambil
keputusan yang sama.
5. Principle of Carefness ( asas bertindak
cermat ). Asas yang menghendaki agar administrasi negara senantiasa
bertindak hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
6.
Principle of Motivation ( asas motifasi untuk setiap keputusan ). Dalam
mengambil suatu keputusan, pejabat administrasi negara / pemerintah
harus bersandar pada alasan / motifasi yang kuat, benar, adil dan jelas.
7.
Principle of non Minuse of Competence ( asas jangan mencampur adukkan
kewenangan ). Dalam pengambilan suatu keputusan, pejabat administrasi
negara jangan menggunakan kewenangan atau kekuasaan.
8. Principle
of Fair Play ( Asas Permainan yang layak ). Agar Pejabat Pemerintah /
administrasi negara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
warga negara / masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan
adil.
9. Principle of Resonable or Prohibition of Arbitrariness. (
Asas Kewajaran dan keadilan ). Dalam melakukan tindakan, pemerintah
tidak boleh berlaku sewenang-wenang atau berlaku tidak wajar / layak.
10.
Principle of meeting Raised Expectation ( Menanggapi harapan yang wajar
). Asas yang menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan
pengharapan-pengharapan yang wajar bagi kepentingan rakyat.
11. Principle of undoing the Consequence of annule Decision. Asas yang meniadakan akibat-akibat dari Pembatalan suatu keputusan.
12. Principle of Protecting the personal way of life. Asas perlindungan terhadap Pandangan hidup setiap pribadi.
13.
Principle of public service ( asas Penyelenggaraan kepentingan umum ).
Agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan
kepentingan umum.
14. Asas Kebijaksanaan ( Sapientia ). Pejabat Administrasi negara senantiasa harus selalu bijaksana dalam melaksanakan tugasnya.
VII. ASAS - ASAS PERADILAN ADMINISTRASI.
1.
Asas Kesatuan Beracara. Untuk menegakkan hukum material, maka harus ada
kesatuan atau keseragaman beracara bagi peradilan administrasi
diseluruh wilayah negara.
2. Asas Keterbukaan Persidangan. Pada
asasnya sidang terbuka untuk umum, kecuali apabila sengketa yang
disidangkan menyangkut ketertiban umum atau berkaitan dengan keselamatan
negara, tetapi putusannya tetap dibacakan dalam sidang yang terbuka
untuk umum.
3. Asas Musyawarah dan Perdamaian. Asas ini
memungkinkan para pihak untuk bermusyawarah guna mencapai perdamaian
diluar persidangannya. Konsekwensinya Penggugat mencabut gugatannya.
Apabila pencabutan gugatan ini dikabulkan , maka Hakim ( Ketua Majelis )
memerintahkan kepada Panitera untuk mecoret gugatan dari register
perkara. Perintah pencoretan ini harus diucapkan dalam persidangan yang
terbuka untuk umum.
4. Asas Hakim Aktif. Untuk menemukan kebenaran materiil atas sengketa yang diperiksanya maka hakim berperan aktif.
5.
Asas Pembuktian Bebas. Hakim tidak terikat terhadap alat bukti yang
diajukan para pihak dan penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya
kepada hakim. Hakim dapat menguji aspek lainnya diluar sengketa.
6.
Asas Audit Et Alteram Partem. Asas ini mewajibkan pada hakim untuk
mendengar kedua belah pihak secara bersama-sama, termasuk dalam hal
kesempatan memberikan alat-alat bukti dan menyampaikan kesimpulan. Asas
ini merupakan implementasi asas persamaan.
7. Asas Het Vermoeden
van Rechtmatigheid atau Presumtio Justea Causa. Asas ini menyatakan
bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha negara yang
dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat
dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan belum
dinyatakan oleh Hakim Administrasi sebagai keputusan yang bersifat
melawan hukum.
8. Asas Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan
Larangan Pemeriksaan Segi Doelmatigheid. Hakim tidak boleh atau dilarang
melakukan pengujian dari segi Kebijaksanaan (doelmatigheid) suatu
keputusan yang disengketakan meskipun Hakim tidak sependapat dengan
keputusan tersebut, sebatas keputusan itu bukan merupakan keputusan yang
bersifat sewenang-wenang ( willikeur / a bus de droit ). Jadi Hakim
hanya berwenang memeriksa segi rechmatigheid suatu keputusan tata usaha
negara, karena hal itu berkaitan dengan asas legalitas dimana setiap
tindakan pemerintah harus berdasarkan atas hukum.
9. Asas
Pengujian Ex tune. Pengujian Hakim Peradilan Administrasi hanya terbatas
pada fakta - fakta atau keadaan hukum pada saat keputusan tata usaha
negara dikeluarkan.
10. Asas Kompensasi. Pemulihan hak-hak
penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai
pegawai negeri seperti semula, sebelum adanya keputusan yang
disengketakan.Apabila Tergugat tidak mungkin dikembalikan pada jabatan
semula maka dapat ditempuh cara lain dengan membayar sejumlah uang atau
bentuk kompensasi lainnya.
11. Asas Putusan Bersifat Erga Omnes.
Putusan Hakim Peradilan administrasi mempunyai kekuatan mengikat
terhadap sengketa yang mengandung persamaan yang mungkin timbul dimasa
datang.
12. Asas Netral. Peradilan Administrasi harus bebas dan merdeka.
13.
Asas Sederhana, Cepat, Adil, Mudah dan Murah. Maksudnya, prosedur
beracara dirumuskan dengan sederhana dan mudah dimengerti serta tidak
berbelit-belit, dengan biaya yang ringan yang terjangkau oleh pencari
keadilan.
14. Asas Negara Hukum Indonesia. Eksistensi Peradilan
Administrasi merupakan perwujudan dari cita-cita negara hukum dan salah
satu unsur Negara Hukum adalah Peradilan Administrasi.
VIII. ASAS - ASAS DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL.
1. Asas Independent ( kemerdekaan ). Suatu Negara berdiri sendiri, merdeka dari dari negara lainnya.
2.
Asas Exteritorial. Seorang Diplomat / Duta yang ditugaskan disuatu
negara harus dianggap berada diluar wilayah negara dimana dia
ditempatkan tersebut.
3. Asas Souvereignity. Kedaulatan suatu negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi.
4. Asas Receprocitet. Apabila suatu negara menerima duta dari negara sahabat, maka negara itu juga harus mengirimkan dutanya.
5. Asas Statuta mixta. Dalam menghukum suatu perbuatan, digunakan hukum negara dimana perbuatan itu dilakukan.
6.
Asas Personalitas.Asas untuk menentukan status personal pribadi
seseorang yang berlaku baginya adalah Hukum Nasionalnya / negaranya (
Lex Partriae ).
7. Asas Teritorialitas. Yang berlaku bagi seseorang adalah hukum negara dimana dia berdomilisi ( Lex domicili ).
8. Mobilia Personam Sequuntur. Status hukum benda-benda bergerak mengikuti status hukum orang yang menguasainya.
9.
Lex Rei Sitae, Lex Situs. Status hukum benda tidak bergerak / tetap,
tunduk kepada hukum dimana benda itu berada (Statuta realita).
10.
Lex Loci Contractus.. Dalam Perjanjian Perdata Internasional, hukum
yang berlaku adalah hukum negara dimana perjanjian dibuat.
11. Lex Loci Solotionis. Hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana perjanjian itu dilaksanakan.
12.
Lex Loci Delicti Commissi. Apabila terjadi perbuatan melanggar hukum /
wan prestasi, maka yang berlaku adalah hukum negara dimana penyelewengan
perdata itu terjadi.
13. Lex Fori. Dalam hal terjadi penyelewengan perdata, hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana perkara diadili.
14. Lex Loci Actus. Berlaku hukum dimana dilakukannya suatu perbuatan hukum.
15. Lex Partriae. Hukum yang berlaku bagi para pihak atau salah satu pihak dalam berperkara adalah Hukum kewarganegaraannya.
16.
Lex Locus Delicti. Hukum yang berlaku untuk menyelesaikan suatu perkara
adalah hukum dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan.
17. Lex
Causae. Hukum yang akan dipergunakan adalah hukum yang berlaku bagi
persoalan pokok ( pertama ) yang mendahului persoalan yang akan
diselesaikan kemudian.
18. Lex Actus. Hukum dari negara yang mempunyai hubungan erat dengan transaksi yang dilakukan.
19. Lex Originis. Ketentuan hukum mengenai status dan kekuasaan atas subyek hukum tetap berlaku diluar negeri.
20.
Lex Loci Celebrationis. Syarat formalitas berlangsungnya perkawinan,
berlaku hukum dari negara dimana perkawinan dilangsungkan. ( locus regit
actum ).
21. Monogami. Asas dalam suatu perkawinan dimana seorang
laki-laki hanya boleh memiliki seorang perempuan sebagai isteri dan
seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami.
22. Poligami. Asas dimana dalam suatu perkawinan seorang laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari seorang isteri.
23.
Resiprositas. Asas Timbal balik / Pembalasan. Ini biasanya berlaku
dalam hal hak dan kewjiban suatu negara terhadap negara lain.
IX. ASAS - ASAS DALAM HUKUM ADAT.
1.
Asas Communal ( sifat kebersamaan ). Manusia menurut hukum adat
merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat dengan rasa
kebersamaan meliputi seluruh lapangan hukum adat.
2. Mempunyai
sifat yang sangat Visuil. Artinya, hubungan-hubungan hukum dianggap
hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat
dilihat. ( tanda yang kelihatan ).
3. Bersifat serba kongkrit.
Hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya
perhubungan-perhubungan dalam hidup yang kongkrit. Sistem hukum adat
mempergunakan bentuk perhubungan hukum yang serba kongkrit, misalnya
bagaimana keadaan teman-teman dalam kelompok masyarakat, perhubungan
perkawinan antara dua klan yang eksogen, perhubungan jual beli pada
perjanjian atas tanah dan sebagainya.
X. ASAS - ASAS DALAM HUKUM PAJAK.
1. Asas Legal. Setiap pungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang.
2.
Asas Domisili ( tempat tinggal ). Negara dimana seseorang ( wajib pajak
) berkediaman, berhak mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut
dari semua pendapatan dimana saja didapat.
3. Asas Sumber. Cara
pemungutan pajak yang tergantung atau didasarkan pada adanya sumber
disuatu negara. Negara dimana sumber - sumber penghasilan itu berada,
berhak memungut pajak, dengan tidak mengingat dimana wajib pajak berada.
4.
Asas kepastian hukum. Hakekat perpajakan tidak menimbulkan pengertian
ganda agar tidak menimbulkan kesempatan untuk melakukan penyimpangan.
5. Asas Sederhana. Peraturan perpajakan haruslah sederhana/ simpel sehingga tidak bisa terjadi berbagai penafsiran.
6. Asas Adil. Pajak ditekankan pada keadilan, dengan membebankan pajak sesuai daya pikul masyarakat.
6.
Asas Ekonomis, effisien. Pajak dipungut untuk membangun sarana-sarana
bagi kepentingan masyarakat ( kurang mampu ) . Dan dengan biaya pungutan
yang serendah-rendahnya.
7. Asas Non Distorsi. Pajak tidak boleh menimbulkan distorsi ekonomi, inflasi, psikologikal effeck dan kerusakan-kerusakan.
XI. ASAS - ASAS DALAM HUKUM AGRARIA.
1.
Asas Dikuasai oleh Negara. Asas ini didasarkan pada Pasal 31 ayat (3)
yo Pasal 2 UUPA, yang menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya “dikuasai” oleh
negara. Dikuasai artinya berbeda dengan “dimiliki”.
2. Asas Hak
Milik Berfungsi Sosial. Maksudnya penggunaan tanah hak milik tetap harus
disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga
bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi pemilik maupun bagi
masyarakat luas ( dianut dalam UUPA ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar